Pengamen atau sering disebut pula sebagai penyanyi jalanan
(Inggris: street singers), sementara musik-musik yang dimainkan umumnya disebut
sebagai Musik Jalanan. Pengertian antara musik jalanan dengan penyanyi jalanan
secara terminologi tidaklah sederhana, karena musik jalanan dan penyanyi
jalanan masing-masing mempunyai disiplin dan pengertian yang spesifik bahkan
dapat dikatakan suatu bentuk dari sebuah warna musik yang berkembang di dunia
kesenian.
Di dunia musik, bentuk musik jalanan ini
dikenal sudah mulai berkembang sejak abad pertengahan, terutama di Eropa. Pada
saat musik di Eropa berkembang lewat penyebaran Agama Kristen, saat itu banyak
yang mengatakan sebagai landasan kebudayaan yang kemudian berkembang
dalam kehidupan umat manusia.
Kendati bentuk musik yang dikembangkan lewat gereja itu
sebenarnya adalah berdasarkan dasar-dasar pengetahuan musik Yunani. Lewat
gereja, bentuk dasar itu dikembangkan selaras dengan perkembangan seni Drama,
Seni Rupa dan Sastra. Bentuk musik yang dikembangkan lewat gereja itu, akhirnya
dikenal sebagai Liturgi, kata yang berasal dari bahasa latin, Liturgia (Doa
Dalam Bentuk Nyanyian).
Pada saat musik gereja berkembang pesat, di luar gereja
berkembang suatu bentuk musik yang boleh dikatakan agak liar dan mempunyai tema
yang lebih luas. Seperti cinta tidak sekedar digambarkan sebagai hubungan
manusia dengan Tuhan secara frontal.
Oleh kalangan gereja, bentuk musik ini disebut sebagai musik
duniawi. Dalam proses penciptaan atau terjadinya bentuk musik duniawi ini,
tidak ada sangkut pautnya dengan gereja. Kendati pada awalnya antara musik
gereja dan musik duniawi ini memang memiliki kesinambungan.
Musik duniawi yang berkembang saat itu, umumnya dibawakan
atau dinyanyikan oleh para musafir atau pengelana. Mereka menggunakan alat
musik yang sederhana dan praktis, biasanya alat musik berdawai semacam gitar.
Para musikus pengembara itu berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain,
mengelilingi negeri, sambil bernyanyi. Mereka mendapatkan upah atau imbalan
dari para penikmat musiknya. Di Perancis, musafir pemusik ini disebut
troubadour, dan di Jerman disebut minnesaenger. Sampai saat ini, budaya semacam
itu masih banyak dilakukan oleh kaum Gypsi, yang berada di daerah Spanyol.
Bahkan pengaruh musik mereka juga sempat terbawa ke
Indonesia oleh bangsa Portugis. Musik mereka itu diserap oleh seniman musik
Indonesia sebagai musik Keroncong. Keroncong asli kerap disebut sebagai
keroncong moritsku atau morisko. Perkataan ini berasal dari moresca, yaitu
sejenis tari pedang yang khas di antara bangsa Spanyol dan Portugis. Kerangka
musik ini berkaitan juga dengan musik-musik Abad Tengah.
Fenomena itu mungkin menjadi awal kemunculan bentuk musik
jalanan. Seperti di Indonesiapun, budaya ngamen semacam itu, sudah ada sejak
sekitar abad ketiga belas, saat kejayaan Kediri atau Kahuripan. Saat itu sudah
dikenal rombongan kesenian musik yang berjalan dari satu tempat ke tempat lain,
dan menghibur lewat syair atau pantun yang berisi dongeng Panji. Mereka akrab
disebut sebagai Dalang Kentrung. Keberadaan mereka terkadang berarti sakral
bagi masyarakat yang dilewatinya, karena apa yang mereka lantunkan tidak
sekedar hiburan, tetapi terkadang merupakan nasehat, isyarat bahkan ramalan
masa depan dari situasi.
Namun dalam perkembangan jaman yang semakin kompleks, budaya
ngamen ini juga ikut berkembang menjadi salah satu peluang untuk mencari nafkah
dari sementara orang. Seperti banyaknya pengamen yang saat ini terlihat di
sekeliling kita, sebernarnya juga menyimpan bermacam-macam motif. Ada yang
melakukannya untuk mencari identitas, ada yang melakukan karena iseng, ada pula
yang jadi pengamen karena memang harus mengejar nafkah.
Padahal dari karakter musik jalanan ini, terkadang muncul
sebuah bentuk musik baru yang menarik untuk disimak. Mereka umumnya memiliki
karakter diri yang kuat. Walau harus diakui banyak dari musisi jalanan ini yang
memiliki keterbatasan di sisi akademik. Namun umumnya mereka memiliki
keberanian dan karakter diri yang kuat.
Terkadang sebuah lagu yang mereka bawakan, secara teori
akademik memang mengalami pendangkalan. Selain mereka memainkannya dengan
peralatan ala kadarnya atau terbatas, tetapi optimisme yang mereka miliki
membuat lagu-lagu tersebut mampu terdengar dalam bentuk yang berbeda dari
aslinya. Lagu-lagu tersebut mampu muncul dalam bentuk yang mandiri dan
spesifik. Mereka memang jarang menjadi epigon, Hal itu terlihat dari nama-nama
besar yang asalnya juga menyerap dan membentuk karakter dirinya lewat jalanan
seperti, Leo Kristi, Iwan Fals, Kuntet Mangkulangit, Kelompok Slank dan banyak
lagi lainnya.
Sementara di mancanegara, tidak terhitung tokoh-tokoh musik
jalanan yang karyanya menjadi legenda dan banyak dibawakan oleh artis-artis
musik lainnya, salah satu diantaranya yang dianggap sebagai bapak penyanyi
jalanan di Amerika, Bob Dylan, salah satu karyanya yang monumental, Blowind In
the Wind, sampai saat ini sudah direkam dalam banyak versi.
Kebanyakan para pengamen atau penyanyi jalanan ini selalu
tampil sebagai dirinya sendiri. Hingga tak jarang lagu-lagu yang mereka bawakan
menjadi versi lain yang tak kalah menarik dari komposisi versi aslinya.
Contohnya lagu-lagu popular dari kelompok Koes Ploes misalnya, hampir setiap
pengamen pernah membawakannya. Namun sulit mencari yang membawakan dalam bentuk
yang sama. Hampir semua mempunyai versi atau gaya berbeda dalam membawakannya.
Bila keberadaan para pengamen ini bisa mendapatkan arahan
secara edukasi yang tepat dan berkesinambungan, bukan tidak mungkin dunia
ngamen ini akan menjadi semacam lahan mentah dari pencarian bentuk-bentuk musik
pop Indonesia, yang kian hari terasa semakin canggih dibidang skill atau
keterampilan teori, namun semakin tipis dalam karakter, terutama bila menyentuh
akar tradisi dan budaya yang semestinya menjadi ujung tombak untuk dikembangkan
secara lebih luas ke dunia musik internasional sebagai aset bangsa dan negara.
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengamen
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengamen
http://pustaka-juned.blogspot.co.id/2011/10/musik-jalanan-dan-pengamen.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar